• Truckmagz

Transportasi Hijau di Indonesia, Mungkinkah?

06 / 06 / 2022 - in Berita
Transportasi Hijau di Indonesia, Mungkinkah?

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah populasi di perkotaan, maka pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor tidak dapat dihindari, khususnya di daerah perkotaan. Di lain pihak, belum tersedianya sistem transportasi umum dan fasilitas transportasi tidak bermotor yang layak dan atraktif bagi masyarakat. Akhirnya, masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang nyaman sebagai bagian dari kehidupan mereka. Akibat pilihan tersebut terjadi kemacetan lalu lintas yang terus meningkat. Dampak lainnya adalah dampak lingkungan, mulai dari kebisingan, polusi udara, dan emisi GRK, kesehatan, ekonomi dan sosial. Untuk melihat seberapa signifikan sektor transportasi berkontribusi pada penurunan kualitas lingkungan hidup, maka perlu dilihat hubungan antara jumlah kendaraan, sumber pencemaran yang dihasilkan dari sektor transportasi dengan jumlah emisinya. Untuk sektor transportasi secara umum dapat dilihat dari jumlah kendaraan, total konsumsi bahan bakar dan total emisi gas rumah kaca yang dihasilkannya. Dari Pemaparan itu lah, kita bisa menarik kesimpulan apakah memungkinkan transporatsi hijau di Indonesia atau tidak.

1

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 136,13 juta unit kendaraan bermotor pada 2020. Tercatat, pulau Jawa menyumbang jumlah terbanyak mencapai 81,88 juta unit atau 60,15% dari total nasional. Pulau Sumatera menduduki peringkat kedua dengan jumlah kendaraan bermotor sebanyak 27,95 juta unit pada tahun lalu.

2

Berikutnya, pulau Kalimantan tercatat memiliki 9,80 juta unit kendaraan bermotor. Berikutnya, sebanyak 7,97 juta unit kendaraan bermotor ada di pulau Sulawesi pada 2020. Lalu, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Maluku masing-masing memiliki jumlah kendaraan bermotor sebanyak 7,15 juta unit dan 1,36 juta unit. Berdasarkan jenisnya, jumlah kendaraan bermotor paling banyak di Indonesia adalah sepeda motor pada tahun lalu. Jumlahnya mencapai 115,02 juta unit. Kemudian, ada 15,79 juta unit mobil penumpang di Indonesia pada 2020. Sementara, ada 5,08 juta unit mobil barang/truk dan 231,26 ribu bus di seluruh tanah air.

3

Berdasarkan studi ADB (2006), jumlah kendaraan bermotor di Indonesia diperkirakan tumbuh lebih dari dua kali lipat antara tahun 2010 dan 2035 dengan tingkat pertumbuhan yang terus bertambah pada jenis kendaraan bermotor pribadi roda dua dan kendaraan ringan atau jenis mobil penumpang.

4

Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Indonesia

Penggunaan energi pada sektor transportasi merupakan yang terbesar di Indonesia. Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi energi pada sektor transportasi sebesar 364,44 juta Barrels Oil Equivalent (BOE) pada 2020. Proporsinya mencapai 43,11% dari total konsumsi energi akhir (Final Energy) di Indonesia yang sebesar 845,15 juga BOE (tidak termasuk biomassa).

Kendati demikian, proporsi konsumsi energi sektor transportasi pada 2020 turun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 43,80%. Adapun konsumsi energi pada sektor transportasi meliputi bahan bakar, listrik, dan gas alam. Selain sektor transportasi, proporsi konsumsi energi pada sektor industri tercatat sebesar 34,07% pada 2020.

5

Penggunaan energi di sektor industri juga mengalami penurunan dibanding-kan pada 2019 yang sebesar 36,50%. Selain itu, sektor lainnya juga turun dari 1,24% menjadi 1,22%.

Konsumsi bahan bakar pada kegiatan ini sebanyak 1.471 juta Barrel of Oil Equivalent (BOE) pada Tahun 2019. Konsumsi tersebut mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,71% per Tahun. Kategori yang paling banyak mengonsumsi bahan bakar adalah industri produsen energi dengan pangsa sebesar 43,83%. Lalu diikuti oleh sektor lainnya, transportasi, industri manufaktur dan konstruksi, dan lain-lain.

6

Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi

Tahun 2005, bidang transportasi di Indonesia menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK, dengan memberikan kontribusi sebesar 23% dari total emisi CO2 (sekitar 68 juta ton CO2e) dari bidang energi atau 20,7% dari emisi CO2 global di negara ini (ICCSR, 2010)

Angka tersebut menjadikan transportasi sebagai kontributor terbesar ketiga emisi di bidang energi, setelah industri dan pembangkit listrik. Sumber terbesar emisi CO2 dan pengguna energi dari bidang transportasi berasal dari transportasi darat (jalan) yang menyumbang sekitar 89% dari emisi CO2 dan 90,7% dari konsumsi energi. Sementara itu, sub bidang transportasi lainnya yaitu udara, laut dan kereta api hanya memiliki kontribusi jauh lebih kecil yakni sebesar 9,3% dari komsumsi energi keseluruhan di sektor transportasi.

7

Pada Tahun 2019, kategori transportasi mengeluarkan emisi sebanyak 157.326 Gg CO2e dengan peningkatan rata-rata sebesar 7,17% per Tahun. Peningkatan emisi ini berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi bahan bakarnya yang mencapai 7,56% per tahun. Dengan kondisi di atas, kategori transportasi diperkirakan akan menyumbang emisi dalam jumlah besar di masa depan, mengingat kendaraan dengan bahan bakar fosil masih terus diproduksi.

8

Target Penurunan Emisi GRK di Indonesia

Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional dibandingkan dengan kondisi tanpa upaya atau skenario business as usual (BAU) pada 2030 (Indonesia’s First NDC, 2016). Komitmen tersebut diterjemahkan menjadi target penurunan emisi pada tahun 2030 sebesar 834 juta ton CO2e sebagai target tak bersyarat (CM1) dan 1,081 juta ton CO2e sebagai target bersyarat jika ada bantuan internasional (CM2). Ambisi terbesar penurunan emisi Indonesia hingga saat ini masih berasal dari sektor kehutanan, dengan target penurunan emisi sebesar 17,2% hingga 38% pada tahun 2030. Pengurangan emisi itu dilakukan melalui lima sektor utama, yaitu sektor hutan dan lahan (17,2 persen), energi (11 persen), limbah (0,38 persen), proses industri/IPPU (0,10 persen), dan pertanian (0,32 persen).

9

10

11

Langkah-Langkah Mitigasi Yang Harus Dilakukan

Berdasarkan ICCSR (2010), ada tiga strategi utama yang dapat dikombinasikan untuk membuat perbaikan dan pengembangan di bidang transportasi, yaitu – Avoid (Hindari), Shift (Pindahkan) dan Improve (Tingkatkan). Melalui strategi-strategi tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa upaya di bidang transportasi, antara lain; Upaya perencanaan, termasuk perencanaan tata guna lahan dan transit oriented development; Upaya regulasi, termasuk penetapan standar emisi, regulasi atau peraturan lalu lintas seperti pembatasan kecepatan, penataan parkir, alokasi ruang jalan dan juga proses produksi kendaraan bermotor; Upaya ekonomi, termasuk pajak bahan bakar, penetapan biaya kemacetan (congestion parking), subsidi untuk angkutan umum; Upaya informasi, termasuk kampanye publik untuk angkutan umum, mobilitas, skema pemasaran dan skema eco driving dan upaya teknologi, termasuk perbaikan infrastruktur, kendaraan dan bahan bakar. Kombinasi dari upaya-upaya tersebut akan memungkinkan bidang transportasi untuk menurunkan emisi GRK. Perlu diperhatikan untuk penggabungan beberapa aksi ke dalam satu strategi, misalnya dalam kasus penerapan pajak untuk bahan bakar yang akan membantu mengurangi volume lalu lintas dan penumpang yang beralih ke transportasi umum disertai insentif untuk mendorong produsen mobil dalam meningkatkan efisiensi bahan bakar mobil yang dijual.

12

13

Lebih lanjut dibutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta maupun individu mengingat upaya potensi di bidang ini bersifat multi bidang (misalnya kebijakan transportasi bisa melibatkan instansi/kementerian ESDM, industri, pekerjaan umum, dsb) dan multi level pemerintahan (pusat, provinsi dan kota). Selain itu, pemerintah daerah pun diharapkan dapat berpartisipasi dalam menyusun skenario aksi mitigasi karena pemerintah daerah akan memiliki peranan dalam pelaksanaan pemantauan dan pelaporan pelaksanaan aksi mitigasi. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan standar keekonomian bahan bakar, memperbanyak transportasi umum, dan memaksimalkan penggunaan mobil tenaga listrik.

Secara nyata Pengurangan Emisi GRK pada sektor tarnsportasi dapat ditempuh melalui beberapa cara, antara lain:

  1. Penerbitan Regulasi, Norma dan/atau standard terkait Pengurangan Emisi GRK Pada cara ini dapat diatur terkait persyaratan-kualifikasi bahan bakar, jenis kendaraan, tahun pembuatan beserta baku mutu uji emisinya. Bisa juga terkait pembatasan umur kendaraan, pemeliharaan kendaraan, uji berkala dan insentif pada produsen kendaraan hibrid/listrik dan disinsentif jika pemilik kendaraan melanggar aturannya. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan transportasi massal dan kendaraan listrik, penerapan sistem manajemen lingkungan dan keselamatan perusahaan angkutan umum.
  2. Konversi BBM ke BBG pada transportasi massal/ angkutan umum. Ini dapat mengurangi emisi GRK di atas 80%.
  3. Pembanguna fasilitas-fasilitas yang mendukung regulasi, semisal Terminal Uji Emisi, Terminal BBG, Pabrik konverter yang terakreditasi, penyediaan peralatan uji emisi, terminal isi ulang batere kendaraan, penyediaan konverter-konventer bagi kendaraan yang ingin meningkatkan kualitas emisi udaranya dst.
  4. Peningkatan kapasitas baik lembaga maupun sumberdaya manusianya dalam hal program Pengurangan Emisi GRK pada sektor transportasi melalui pembentukan dan pengembangan organisasi, pelatihan-pelatihan dan diklat yang sesuai dan atau penyediaan konverter-konventer bagi kendaraan yang ingin meningkatkan kualitas emisi udaranya.
  5. Alokasi dana yang memadai terkait program pengurangan emisi GRK
  6. Penegakkan Hukum yang konsisten terkait Regulasi, Norma dan Standar terkait Emisi GRK Kendaraan termasuk di dalamnya adalah kendaraan OJOL (over load over dimension)
  7. Kampanye yang masif terkait Program Pengurangan Emisi GRK di masyarakat dan sekali lagi melibatkan seluruh komponen masyarakat.
  8. Program Multimoda dalam sektor angkutan barang

Kesimpulan

Dari paparan di atas, optimisme dan kepercayaan diri terkait keberhasilan penurunan emisi GRK pada sektor transportasi adalah tinggi dan ini mendorong Transportasi Hijau di Indonesia khususnya transporatasi darat dapat terwujud dengan catatan seluruh program yang telah dicanangkan dilaksanakan secara ajeg dan berkesinambungan. Jangan sampai program yang baik dan bagus akan hangus pada pergantian orang atau pemerintahan. Banyak prasyarat yang memengaruhi keberhasilan terwujudnya Transportasi Hijau di Indonesia.

Bahan Bacaan

  1. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011
  2. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, Buku I Pedoman Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, 2012
  3. Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi, Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2015
  4. Updating Rencana Aksi Penurunan Emisi Grk, Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan, Kementerian Perhubungan, 2019
  5. Inventarisasi Emisi GRK Bidang Energi, Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2020
  6. Laporan Inventarisasi GRK dan MPV, Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan, 2020
  7. Permenlhk No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O
  8. http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6139/peningkatan-ambisi-penurunan-emisi-gas-rumah-kaca-bekal-indonesia-menuju-cop-26-glasgow
  9. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/29/jumlah-kendaraan-bermotor-ri-capai-13613-juta-pada-2020-pulau-jawa-terbanyak
  10. https://www.gaikindo.or.id/sekilas-tentang-standar-emisi-euro-iv-di-industri-otomotif-indonesia/

Oleh

Beni Cahyadi, OHSE Enthusiast, Konsultan dan Praktisi, Trainer & Asesor BNSP, Auditor SMK3 Kemenaker | Sekjen Asosiasi Pengangkut dan Pengelola B3/LB3 Indonesia

Editor : Sigit Foto : Kemenhub



Sponsors