• Truckmagz

Digitalisasi Mampu Efisienkan Manajemen Transportasi di Industri Cold Chain

18 / 04 / 2022 - in Berita
Digitalisasi Mampu Efisienkan Manajemen Transportasi di Industri Cold Chain

Hasanuddin Yasni, Ketua Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menjelaskan bahwa Cold chain atau rantai dingin merupakan sebuah sistem rantai pasok yang dalam prosesnya sangat mempertimbangkan suhu. Cold chain berfungsi untuk menjaga kualitas produk terutama komoditas yang bersifat mudah rusak (perishable) dengan menggunakan temperatur tertentu mulai dari proses penyimpanan, transportasi, hingga penjualan.

“Potensi peningkatan kebutuhan cold chain di Indonesia sangat besar terutama pada industri farmasi, produk pertanian, produk unggas dan daging sapi, serta industri perikanan. Saat ini industri cold chain di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tingkat pertumbuhan didorong oleh peningkatan pengguna e-Commerce yang saat ini cenderung memilih berbelanja secara online termasuk untuk kebutuhan bahan pokoknya seperti makanan, minuman, suplemen, dan sejenisnya. Selain itu, pertumbuhan tersebut juga didorong oleh peningkatan permintaan pasar untuk produk makanan beku atau frozen food yang naik pesat akibat pandemi Covid-19,” katanya pada webinar bertajuk ‘Peran Penting Sistem Manajemen Transportasi di Industri Cold Chain’, Rabu (6/4).

Dalam paparannya Yasni mengatakan tantangan dan fakta-fakta yang dihadapi oleh industri rantai pendingin di Indonesia. “Di era Industry 4.0 saat ini, pertumbuhan pasar global rantai pendingin disebut meningkat tajam. Distribusi produk-produk mudah rusak meningkat drastis. Namun, hal ini tidak seiring dengan teknologi dan fasilitas yang memadai di negara kita. Adaptasi teknologi dan pemahaman akan manfaat teknologi digital yang diperlukan belum bisa menjawab tantangan itu,” tegasnya.

Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) setuju dengan pernyataan Yasni bahwa industri cold chain meningkat signifikan terkait dengan gaya hidup dan peningkatan volume komoditas. “Peningkatan ini diharapkan bisa mendorong perekonomian walaupun di lain sisi harus berupaya menurunkan biaya logistik yang memang kurang efisien,” jelasnya.

Merilis data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) tingkat kerusakan barang karena kondisi khususnya temperatur sangat tinggi. “Untuk daging tingkat kerusakannya sampai 20 %, komoditas ikan bisa sampai 30% dan yang lebih tinggi lagi ada sayur dan buah sampai 45%,” singgung Setijadi.

“Jika bicara logistik secara end to end, runut dari petani atau nelayan sampai ke konsumen dalam proses distribusi ikan ada kerusakan 12% ditambah lagi proses lainnya pada paska panen, pengolahan, retailer, dan konsumen. Disitribusi memiliki kontribusi terhadap kerusakan sangat besar. Industri cold chain menjadi sesuatu yang sangat penting. Apalagi jika bicara mengenai kecepatan yang menjadi tuntutan dari pelanggan. Maka, penanganan transportasi menjadi penting selain itu juga manajemen transportasi menjadi lebih penting dalam pengelolaannya, jawabnya perlu digitalisasi,” terang Setijadi.

“Masalah di indonesia adalah mencapai transpotasi yang efisien karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan ratusan ribu pulau dengan wilyah darat 1,9 juta km persegi dan perairan 33,3 juta km persegi. Ini menjadi tantangan yang luar biasa. Kita masih belum bisa membangun transportasi yang efektif. Dengan karakteristrik geografis yang ada, maka harus mengembangkan sistem transportasi multimoda, dengan transportasi laut sebagai backbone. Ini tidak bisa dikembangkan dengan hanya mengandalkan moda yang handal tapi aplikasinya juga, khususnya di pemindahan barang. Masalah ada pada perpindahan moda di simpul transportasi seperti bandara, pelabuhan, teminal barang KA. Indonesia belum punya sistem informasi yang mengintegrasikan para pelaku yakni penyedia jasa logistik dan konsumen,” tambahnya.

Salah satu masalah utama dalam penerapan sistem cold chain di Indonesia adalah first mile. Karena wilayah produksi yang daerah pinggiran, terluar, terpencil yang tersebar di banyak pelaku seperti nelayan, peternak, petani itu semua membutuhkan konsolidasi pengiriman. Ini tentu tidak bisa dilakukan tanpa aplikasi, tanpa digitalisasi dari sistem informasi yang baik,” pungkasnya.

Editor : Sigit

Foto : Kemendag



Sponsors