• Truckmagz

Dari Black Box Hingga Revisi UU, Demi Angkutan Umum yang Lebih Baik

27 / 05 / 2022 - in Berita
Dari Black Box Hingga Revisi UU, Demi Angkutan Umum yang Lebih Baik

Himpunan Keselamatan Transportasi Masyarakat (Hikatama) dan PT. Jasa Raharja Cabang Riau menggelar Webinar dengan judul ” Ada Apa dengan Angkutan Pariwisata” pada Rabu (25/5). Latar belakang webinar ini dikarenakan terjadi kecelakaan tragis bus pariwisata yang menelan korban jiwa. Pertama kecelakaan di Tol Jombang-Surabaya Km 712+400, Desa Penompo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, korban mencapai 16 orang. Berselang lima hari kemudian di Kec.Panumbangan, Ciamis Jawa Barat juga menelelan 4 orang meninggal dunia dan 16 orang luka-luka.

Berkaca pada kejadian kecelakaan tersebut, Sekjen DPP Himpunan Transportasi Keselamatan Masyarakat (Hikatama), Harmaini Wibowo berharap pemerintah segera melakukan cek and ricek terkait perizinan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan angkutan umum di lapangan. “Pemerintah harus senantiaasi memeriksa semua perusahaan angkutan umum apakah telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Bila perlu, berikan sanksi tegas bagi perusahaan angkutan umum yang tidak menjalankan semua kewajibannya sesuai aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Jangan sampai aturan dipenuhi hanya sebatas dalam pemenuhan pengurusan izin saja, namun dalam hal pelaksanaan ketentuan lainnya masih abu – abu,” kata Harmaini.

“Sebaiknya operator dapat memperhatikan ketentuan hari libur dan jam kerja, kecakapan awak kendaraan, kelaikan jalan kendaraan, kompetensi dan lisensi pengemudi serta ketentuan dalam sistim manajemen keselamtan angkutannya sehingga dapat meminimalisir faktor resiko yang ditimbulkan,” tambahnya.

Mewakili akademisi, Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, MT., Ph.D, IPM Guru Besar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara memberikan gambaran beberapa aturan yang dinilai menjadi penyebab ketidakselamatan angkutan pariwisata di Indonesia.

Pertama adalah belum terintegrasinya penanganan jalan dan lalu lintas di bawah satu kementerian atau lembaga seperti pada Pasal 5 dan 12 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 /2009. Kedua, pengujian kendaraan bermotor termasuk bus pariwisasta belum mencakup uji tumbukan (crash test) baik yang dilakukan di Indonesia maupun dihadiri saksi resmi dari Indonesia di negara produsen yang memiliki fasilitas uji tumbukan yang terakreditasi. Hal ini tidak ada pada pasal 50 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 /2009. Hal ini termasuk setiap kursi bus pariwisata perlu juga dilengkapi airbag yang telah terbukti dapat mengurangi risiko kecelakaan yang mengakibatkan kematian. Ketiga, perlu ada tambahan materi ujian praktik SIM Umum berupa kemampuan pengereman atau pengendalian kendaraan pada keadaan darurat dan ini tidak ada pada Pasal 83 ayat 3b UU Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 /2009.

Prof Leksmono menyarankan aturan yang ada pada pasal 90 ayat 4 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 /2009 dihapus karena membahayakan keselamatan pengemudi, penumpang dan pengguna jalan lain karena mengemudi adalah kegiatan yang butuh kebugaran dan konsentrasi sehingga seharusnya aturan jam kerja tidak melebihi ketentuan di UU Ketenagakerjaan. “Aturan tersebut mungkin cocok untuk angkutan umum dalam kota. Sekali lagi mungkin sesuai. Pasal 90 berbunyi pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu jam. Hal ini besar sekali risikonya untuk angkutan luar kota baik itu penumpang atau barang,” tegasnya.

Usulan Prof Leksmono, agar ditambahkan sebagai ayat 3 bahwa kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan semacam black box yang terpasang seperti pesawat udara. “Alat ini dapat memberikan informasi untuk kerja kendaraan dan pengemudi beberapa saat sebelum terjadinya kecelakaan. Keberadaan ini dapat membantu proses investigasi untuk mengungkap penyebab terjadinya kecelakaan seperti yang tertuang pada pasal 204 UU Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 /2009,” katanya.

Editor : Sigit

Foto : Truckmagz



Sponsors